Teori Pengambilan Keputusan
Para pakar memberikan pengertian keputusan
sesuai dengan sudut pandang dan latar belakang pemikirannya. Menurut
James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai
alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada
pilihan atas dasar logika atau pertimbangan; (2) ada beberapa alternatif
yang harus dipilih salah satu yang terbaik; dan (3) ada tujuan yang
ingin dicapai dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut.
Pengertian keputusan yang lain dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirjo
bahwa keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran
tentang suatu masalah dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif.
Dari pengertian keputusan
tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa keputusan merupakan suatu
pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui
pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif.
Setelah dipahami pengertian keputusan,
selanjutnya dikutipkan pendapat para pakar mengenai pengertian pembuatan
atau – yang sering digunakan – pengambilan keputusan (decision making).
Menurut George R. Terry pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif
yang ada. Kemudian, menurut Sondang P. Siagian pengambilan keputusan
adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif
yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan
tindakan yang paling cepat. Selanjutnya, menurut James A. F. Stoner pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari
beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan)
sebagai suatu cara pemecahan masalah.
Pengambilan keputusan sebagai kelanjutan dari cara pemecahan masalah
memiliki fungsi sebagai pangkal atau permulaan dari semua aktivitas
manusia yang sadar dan terarah secara individual dan secara kelompok
baik secara institusional maupun secara organisasional. Di samping itu,
fungsi pengambilan keputusan merupakan sesuatu yang bersifat futuristik,
artinya bersangkut paut dengan hari depan, masa yang akan datang,
dimana efek atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
Terkait dengan fungsi tersebut, maka tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan: (1) tujuan yang bersifat tunggal.
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila
keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa
sekali diputuskan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain dan (2) tujuan yang bersifat ganda.
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila
keputusan yang dihasilkan menyangkut lebih dari satu masalah, artinya
keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua (atau lebih) masalah
yang bersifat kontradiktif atau yang bersifat tidak kontradiktif.
Agar pengambilan keputusan dapat lebih terarah, maka perlu diketahui unsur atau komponen pengambilan keputusan.
Unsur pengambilan keputusan itu adalah: (1) tujuan dari pengambilan
keputusan; (2) identifikasi alternatif keputusan yang memecahkan
masalah; (3) perhitungan tentang faktor-faktor yang tidak dapat
diketahui sebelumnya atau di luar jangkauan manusia; dan (4) sarana dan
perlengkapan untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu
pengambilan keputusan.
Sementara itu, George R. Terry menyebutkan 5 dasar (basis) dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) intuisi; (2) pengalaman; (3) fakta; (4) wewenang; dan (5) rasional.
1. Intuisi.
Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi
adalah pengambilan keputusan yang berdasarkan perasaan yang sifatnya
subyektif. Dalam pengambilan keputusan berdasarkan intusi ini, meski
waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif pendek, tetapi
keputusan yang dihasilkan seringkali relatif kurang baik karena
seringkali mengabaikan dasar-dasar pertimbangan lainnya.
2. Pengalaman.
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman
memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman
yang dimiliki seseorang, maka dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat
memperhitungkan untung-ruginya dan baik-buruknya keputusan yang akan
dihasilkan.
3. Wewenang.
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang
biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, atau oleh orang
yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah
kedudukannya. Hasil keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang
cukup lama dan memiliki otentisitas (otentik), tetapi dapat
menimbulkan sifat rutinitas, mengasosiasikan dengan praktek diktatorial
dan sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga
dapat menimbulkan kekaburan
4. Fakta.
Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris
dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta,
tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi,
sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela dan
lapang dada.
5. Rasional.
Pada pengambilan keputusan yang
berdasarkan rasio, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis,
lebih transparan dan konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai
dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati
kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengambilan keputusan
secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal. Pada
pengambilan keputusan secara rasional terdapat beberapa hal sebagai
berikut:
- Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
- Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
- Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya.
- Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
- Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik berdasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.
III.KETERLIBATAN BAWAHAN DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN
Konsep peran serta dalam pengambilan keputusan mula-mula diperkenalkan oleh French et al.(1960),
ketika mengatakan bahwa peran serta menujukan suatu proses antara dua
atau lebih pihak yang mempengaruhi satu terhadap yang lainnya dalam
membuat rencana, kebijakan, dan keputusan. Peran serta bawahan dalam
mengambil keputusan sesungguhnya lahir dari desakan kebutuhan psikologis
yang mendasar pada setiap individu.Keinginan untuk berperan serta menurut Archbold (1976) didorongkan oleh kebutuhan akan hasrat akan kekuasaan, ingin memperoleh pengakuan, dan hasrat untuk bergantung pada orang lain, tetapi juga sebaliknya tempat orang bergantung. Pentingnya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan juga diakui oleh Alutto dan Belasco (1972), karena dengan demikian ada jaminan bahwa pemeran serta(karyawan) tetap mempunyai kontrol atas keputusan-keputusan yang diambil. Apabila pemeran serta tidak dapat mengontrolnya, maka organisasi akan mengalami kerugian, sama dengan tidak ada peran serta sama sekali.
Para managerakan sulit untuk membuat keputusan tanpa melibatkan para bawahannya, keterlibatan ini dapat formal seperti pengguanaan kelompok dalam pembuatan keputusan; atau informal seperti permintaan akan gagasan-gagasan.Bantuan para bawahan dapat terjadi pada setiap tahap proses pembuatan keputusan. Bermacam-macam bentuk peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan telah diperkenalkan oleh sejumlah penulis. Seperti Cotton et al. (1988) yang mencoba mengadakan penelitian terhadap berbagai karya tulis tersebut dengan mengumpulkan lebih dari 400 artikel tentang peran serta dalam pengambilan keputusan. Dimana setiap artikel itu diklasifikasikan ke dalam lima sifat peran serta, yaitu ; formal-tidak formal, langsung-tidak langsung, tingkat pengaruhnya isi dari keputusan, dan jangka waktunya singkat atau lama.
Dari lima sifat peran serta itu dengan memperhatikan berbagai bentuk peran serta yang tersedia dalam kepustakaan, dirumuskanlah 6 kombinasi bentuk peran serta, yaitu:
(1) Peran serta pengambilan keputusan dalam bidang tugas
(2) Peran serta konsultatif
(3) Peran serta jangka pendek
(4) peran serta informal
(5) Hak milik karyawan
(6) Peran serta perwakilan
Dapat disimpulkan bahwa keterlibatan bawahan dalam pembuatan keputusan memiliki sisi positif dan negatif seperti berikut:
Sisi Positif keterlibatan bawahan dalam pengambilan keputusan:
- Keputusan relative lebih baik,logis,dan ideal sebab hasil dari pemikiran bersama
- Kecendrungan untuk bertindak otoriter dapat terhindarkan
- Meningkatkan kerjasama antara anggota grup
- Resiko dan dampak negative dari keputusan semakin kecil
- Pembinaan anggota grup akan lebih baik
- Pengambilan keputusan akan memerlukan waktu yang lama
- Biaya pengambilan keputusan relative lebih banyak
- Penanggung jawab keputusan kurang jelas
- Minoritas kadang-kadang terpaksa menyetujui keputusan karena kalah suara.
CONTOH KASUS PENGAMBILAN KEPUTUSAN :
Kasus Kekecewaan Pelenggan Perusahaan Apple Terhadap Penurunan Harga Iphone
Pada tanggal 5 Septembe 2007, Steve Jobs, CEO Perusahaan Apple melakukan
praktek diskriminasi harga sebagai strategi pemasarannya yaitu
menurunkan harga product iPhone mereka yang sangat sukses sejumlah $200
dari harga semula sebesar $599 yang merupakan harga perkenalan yang
sudah sejak dua bulan. Tak perlu dibicarakan, dia menerima email yang
sangat banyak dari para pelanggan yang kecewa dan marah. Dua hari
kemudian, Steve Jobs menawarkan $100 kredit yang dapat di gunakan di
toko Apple dan online store kepada para pelanggan yang sudah membayar
harga penuh.
PENDAPAT KETERLIBATAN BAWAHAN TERHADAP KEPUTUSAN
Berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan, para anggota
kelompok secara individudal lebih termotivasi untuk melaksanakan
keputus-an.
Bila atasan terlilbat, atau salah satu anggota mempunyai kepribadian
yang dominan, keputusan yang dibuat kelompok dalam kenyataannya bukan
keputusan kelompok.Sumber :
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/05/16/pengambilan-keputusan/